Djuyamto Disuap? KY Didesak Usut Mafia!

Unveiling the Crisis of Plastic Pollution: Analyzing Its Profound Impact on the Environment

JAKARTA, KABARLINK.com - Komisi Yudisial (KY) telah bergerak cepat menindaklanjuti dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim terkait kasus korupsi ekspor CPO. Tim investigasi telah diterjunkan untuk menelusuri lebih dalam dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang dilakukan oleh para hakim yang memberikan vonis ontslag dalam kasus tersebut.

Kasus ini mencuat setelah hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto, diduga terlibat dalam suap terkait vonis lepas perkara ekspor minyak sawit mentah (CPO). Hal ini memicu desakan agar KY mengusut tuntas kemungkinan adanya jaringan mafia peradilan yang terlibat.

Abdul Fickar Hadjar, pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti, menjelaskan bahwa KY memiliki kewenangan untuk memeriksa dugaan pelanggaran etik hakim. Namun, ia juga menambahkan bahwa tidak menutup kemungkinan KY dapat membuka penyelidikan lebih dalam jika ditemukan indikasi tindak pidana korupsi. Jika hal itu terjadi, penanganan kasus akan diserahkan kepada KPK atau Kejaksaan.

Kejaksaan Agung (Kejagung) sendiri terus melakukan penyitaan barang bukti terkait kasus suap dan gratifikasi penanganan perkara di PN Jakarta Pusat. Kasus ini terkait dengan vonis lepas terdakwa korporasi dalam perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit pada periode Januari 2021-April 2022.

Sebelumnya, Kejagung telah mengungkap bahwa kasus suap terkait vonis lepas tiga perusahaan, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group, tidak berdiri sendiri. Modus serupa juga pernah terjadi dalam kasus suap yang menyeret nama Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya, yang juga melibatkan Zarof Ricar.

Dalam penggeledahan di kediaman Zarof, penyidik menemukan sejumlah bukti dugaan gratifikasi, termasuk uang tunai dengan nilai mencapai lebih dari Rp1 triliun. Dari bukti tersebut, penyidik memperoleh informasi mengenai aliran uang suap dari Marcella Santoso kepada para hakim yang menangani kasus korupsi ekspor CPO.

Djuyamto, hakim yang kini menjabat sebagai Humas PN Jakarta Selatan, sebelumnya pernah menangani perkara praperadilan yang diajukan oleh Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dan memutuskan untuk tidak menerima gugatan tersebut pada tanggal 13 Februari 2025. Hakim asal Kartasura ini tercatat memiliki harta kekayaan sebesar Rp2,9 miliar berdasarkan laporan LHKPN yang dilaporkan ke KPK.

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, Kejagung telah menangkap Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, dalam kasus dugaan suap sebesar Rp60 miliar terkait vonis lepas tiga perusahaan dalam perkara ekspor CPO.

Kedekatan antara Djuyamto dan Marcella Santoso mencuat ke publik setelah keduanya diketahui menerima gelar kehormatan dari Keraton Solo pada 17 Desember 2024.

Type above and press Enter to search.