MinyaKita Palsu Tangerang: Aroma Curang di Dapur Rakyat.
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5169258/original/088824700_1742512866-IMG-20250320-WA0002.jpg)
JAKARTA, KABARLINK.com - Tim Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya berhasil mengungkap praktik ilegal terkait minyak goreng di sebuah gudang distributor yang berlokasi di Cipondoh, Tangerang. Gudang tersebut diduga kuat melakukan kegiatan produksi dan distribusi minyak goreng tanpa izin Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang sah.
Pengungkapan kasus ini bermula dari temuan minyak goreng merek MinyaKita yang dijual dengan takaran tidak sesuai (kurang dari 1 liter) di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat. Dari temuan tersebut, polisi melakukan pengembangan hingga akhirnya menemukan gudang ilegal ini.
Menurut Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak, Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, modus operandi yang dilakukan adalah dengan mengubah merek minyak goreng premium Guldap menjadi MinyaKita. Minyak Guldap, yang telah diproduksi sejak tahun 2020, kurang diminati pasar. Situasi ini kemudian dimanfaatkan pelaku untuk melakukan praktik ilegal.
Dua tahun berjalan produksi minyak goreng premium Guldap, kurang mendapat respons yang baik di masyarakat atau bisa dikatakan kurang laku, ujar Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak.
Lebih lanjut, Kombes Pol Ade menjelaskan bahwa kemasan botol yang digunakan pelaku didesain menyerupai MinyaKita asli, namun tidak mencantumkan takaran liter yang jelas. Dalam kemasan botol ini bisa dilihat bahwa, tidak dicantumkan berat bersih, isi bersih ataupun netto dari produk ini, ini sudah menyalahi, tegasnya.
Selain itu, botol tersebut juga didesain sedemikian rupa sehingga volume isinya tidak mencapai satu liter meskipun diisi penuh. Saat ini, penyidik telah mengantongi identitas pelaku dan akan segera melakukan gelar perkara untuk menentukan pihak yang bertanggung jawab.
Pelaku terancam pasal berlapis, yaitu Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1995 pasal 62 juncto pasal 8 ayat 1 huruf b dan c dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda 2 miliar rupiah, serta Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Ilegal pasal 32 juncto pasal 30 dan atau pasal 31.
Kasus ini menjadi perhatian serius pihak kepolisian dalam upaya memberantas praktik-praktik ilegal yang merugikan konsumen dan merusak pasar.