Tempalak Mirah: Ikon Bangka Terancam, Warisan Terlupakan?

Unveiling the Crisis of Plastic Pollution: Analyzing Its Profound Impact on the Environment

SPESIES LANGKA - Tempalak Mirah, salah satu ikan langka yang hanya ditemukan di Pulau Bangka. Foto: Dokumentasi Yayasan Ikan Endemik Kepulauan Bangka Belitung "The Tanggokers"


JAKARTA, KABARLINK.com - Di tengah hiruk pikuk pertambangan timah dan ekspansi perkebunan kelapa sawit di Pulau Bangka, tersimpan sebuah permata tersembunyi: tempalak mirah (Betta burdigala), ikan endemik yang hanya ditemukan di Bangka Selatan.

Ikan kecil berwarna merah marun ini, yang namanya berarti merah dalam bahasa lokal, kini menghadapi ancaman kepunahan. Habitatnya menyusut akibat alih fungsi lahan, polusi, dan kurangnya perhatian terhadap konservasi.

Menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN), tempalak mirah berstatus Critically Endangered, hanya selangkah lagi menuju kepunahan di alam liar. Sungai-sungai yang dulunya jernih kini tercemar, rawa-rawa berubah menjadi perkebunan sawit, dan hutan gambut ditebang habis.

Pembina Yayasan Ikan Endemik Kepulauan Babel The Tanggokers, Swarlanda, menekankan bahwa tempalak mirah bukan sekadar ikan, melainkan bagian dari identitas ekologis dan budaya masyarakat Bangka Selatan. Penyematan nama mirah adalah bentuk penghormatan dan relasi emosional masyarakat dengan spesies ini.

Namun, ironisnya, banyak pihak menganggap ikan ini tidak penting karena dianggap tidak berkontribusi langsung terhadap ekonomi makro. Padahal, tempalak mirah menyimpan potensi besar dalam pembangunan berkelanjutan, terutama jika diintegrasikan ke dalam pendekatan ekonomi berbasis kearifan lokal.

Kabar baiknya, ada secercah harapan. Kanwil Kementerian Hukum Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah mencatatkan tempalak mirah sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK). Langkah ini merupakan awal yang baik untuk menjaga kelestarian ikan hias khas daerah itu.

Ketua Tim Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Arif Wibowo, juga mengembangkan budidaya ikan hias lokal di lahan bekas penambangan timah. Ikan-ikan itu dikembangkan di 887 kolong (bekas lahan tambang) seluas 1.712 hektare.

Untuk menyelamatkan tempalak mirah, diperlukan rencana konservasi jangka panjang yang melibatkan pemerintah daerah, masyarakat, akademisi, dan pegiat lingkungan. Zonasi kawasan konservasi perairan kecil, perlindungan lahan basah, penghentian alih fungsi lahan yang tidak ramah lingkungan, dan revitalisasi sungai-sungai mikro adalah langkah-langkah penting yang harus diambil.

Selain itu, nilai-nilai konservasi ikan endemik perlu dimasukkan ke dalam kurikulum lokal dan program edukasi masyarakat. Sekolah-sekolah dapat menjadikan tempalak mirah sebagai ikon pembelajaran lintas disiplin, dan museum mini atau galeri konservasi berbasis sekolah dapat dibangun sebagai pusat edukasi dan kebanggaan lokal.

Masyarakat harus dilibatkan secara penuh dalam proses konsultasi dan pengambilan keputusan. Produk turunan seperti akuarium endemik, wisata edukasi lingkungan, dan ekoturisme berbasis spesies endemik dapat membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan pendapatan daerah.

Pelestarian tempalak mirah bukan hanya tentang menyelamatkan satu spesies ikan dari kepunahan, tetapi juga tentang memulihkan habitat alaminya dan menjaga warisan ekologis Bangka Selatan untuk generasi mendatang.

Dengan begitu, ketika masyarakat menyebut nama tempalak mirah, yang terbayang bukan hanya seekor ikan kecil, tetapi juga harapan, tanggung jawab, dan kecintaan terhadap tanah kelahiran. (Kabarlink/Ain)

Type above and press Enter to search.