Sains Indonesia: Bukan Hafalan, Tapi Cara Berpikir!

Unveiling the Crisis of Plastic Pollution: Analyzing Its Profound Impact on the Environment

TIM PENASIHAT – Anggota Tim Penasihat Ahli Kementerian Pendidikan Dasar Menengah (Kemendikdasmen) Stephanie Riady. FOTO: ANTARA/HO-UPH


JAKARTA, KABARLINK.com - Pendidikan sains di Indonesia membutuhkan perubahan mendasar agar lebih relevan dengan kehidupan siswa, demikian disampaikan Stephanie Riady, anggota Tim Penasihat Ahli Kementerian Pendidikan Dasar Menengah (Kemendikdasmen), pada hari Selasa lalu.

Stephanie menyoroti bahwa negara-negara seperti Korea Selatan dan Finlandia telah membuktikan keberhasilan investasi jangka panjang dalam pendidikan STEM (Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika). Ia menambahkan, Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan pendidikan sains dan teknologi, namun potensi ini perlu diperkuat melalui sistem pendidikan yang mendukung dan kebijakan yang tepat.

Selama ini, pembelajaran sains dan matematika di Indonesia seringkali terjebak pada pendekatan lama seperti hafalan rumus, ujian pilihan ganda, dan minimnya praktik di kelas. Sains sejatinya adalah cara berpikir, yakni bagaimana melihat persoalan, merumuskan solusi, dan mengubah pengetahuan menjadi tindakan, ujarnya.

Data dari Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 menempatkan Indonesia di peringkat ke-71 dari 80 negara dalam literasi sains. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun anak-anak Indonesia bersekolah, mereka belum sepenuhnya diajarkan cara berpikir ilmiah.

Stephanie mencontohkan Vietnam yang telah mereformasi kurikulum sejak 2010 dengan pendekatan berbasis proyek. Hasilnya, performa siswa mereka kini sejajar dengan negara-negara maju. Malaysia pun terus mendorong partisipasi siswa di jalur STEM melalui pelatihan guru, insentif sekolah, dan kemitraan dengan industri.

Berbagai inisiatif seperti pelatihan robotik di Yogyakarta, kompetisi inovasi di Jakarta, hingga pengembangan alat berbasis internet of things (IoT) oleh mahasiswa di Surabaya menjadi bukti bahwa ekosistem inovasi mulai tumbuh dan patut diapresiasi. Inisiatif semacam itu harus diperluas dan diintegrasikan dengan dukungan dari berbagai pihak, mulai dari sekolah dan guru, hingga pemerintah serta sektor swasta.

Laporan Fixing the Foundation dari Bank Dunia mengungkapkan bahwa banyak program pelatihan guru di negara berpenghasilan menengah, termasuk Indonesia, belum dirancang secara efektif, terutama dalam hal penguasaan konten dan metodologi pengajaran STEM.

Korea Selatan, misalnya, telah menjadikan STEM sebagai prioritas sejak 1960-an dan kini menjadi salah satu negara dengan ekonomi berbasis teknologi tinggi. Dunia saat ini menuntut generasi muda yang mampu berpikir kritis, kreatif, dan kolaboratif. Pendidikan berbasis STEM bukan lagi sekadar pilihan melainkan kebutuhan mendesak. (Kabarlink/Ain)

Type above and press Enter to search.