Qatar Beri Istana Terbang, Trump Tersinggung?

FOTO PRESIDEN - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. FOTO: ANTARA

JAKARTA, KABARLINK.com - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini mengungkapkan bahwa pemerintah Qatar merasa tersinggung atas kontroversi seputar hadiah pesawat Boeing 747-8 senilai 400 juta dolar AS (sekitar Rp6,6 triliun). Pesawat mewah itu, yang dijuluki istana terbang, rencananya akan diserahkan kepada Angkatan Udara AS.

Kontroversi ini bermula ketika Senator Susan Collins, ketua Komite Alokasi Senat AS, menyatakan kekhawatirannya bahwa hadiah tersebut melanggar hukum dan etika. Collins juga menyoroti potensi risiko mata-mata yang mungkin timbul dari pemberian tersebut. Media AS ramai memberitakan isu ini, memicu perdebatan sengit.

Trump, dalam wawancara dengan Fox News pada Jumat (16/5), menegaskan bahwa hadiah tersebut ditujukan untuk Angkatan Udara/Departemen Pertahanan Amerika Serikat, bukan untuk dirinya secara pribadi. Ia menambahkan bahwa Perdana Menteri Qatar, Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, tidak mengerti mengapa hadiah tersebut menimbulkan reaksi negatif di AS.

Menurut laporan ABC News, pesawat Boeing 747-8 itu awalnya akan digunakan sebagai pesawat kepresidenan hingga akhir masa jabatan Trump. Setelah itu, kepemilikan pesawat akan dialihkan ke yayasan perpustakaan kepresidenan Trump, memungkinkannya untuk terus menggunakan pesawat tersebut.

Gedung Putih berpendapat bahwa pengalihan properti semacam itu tidak dapat dianggap sebagai suap berdasarkan hukum yang berlaku. Namun, kontroversi ini tetap menjadi sorotan, memicu perdebatan tentang etika dan potensi konflik kepentingan.

Air Force One, pesawat kepresidenan AS saat ini, telah berusia 42 tahun. Boeing disebut lambat dalam memproduksi dua pesawat pengganti yang baru, menambah kompleksitas situasi ini.

Trump menyatakan bahwa Qatar memberikan hadiah tersebut sebagai bentuk bantuan kepada seseorang yang telah membantu mereka, yang dianggapnya sebagai pertanda yang sangat baik. Namun, implikasi dari hadiah ini terus diperdebatkan di kalangan politisi dan masyarakat AS. (Kabarlink/Ain)