Jeritan Nelayan: VMS KKP, Beban atau Bencana?

Unveiling the Crisis of Plastic Pollution: Analyzing Its Profound Impact on the Environment

JAKARTA, KABARLINK.com - Pada tanggal 13 April 2025, puluhan nelayan yang tergabung dalam Gerakan Bangkit Petani dan Nelayan Indonesia (Gerbang Tani) Jakarta menggelar aksi unjuk rasa di Dermaga T Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara. Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait kewajiban penggunaan Vessel Monitoring System (VMS) pada setiap kapal nelayan.

Para nelayan menolak aturan tersebut karena dianggap memberatkan. Najirin, perwakilan nelayan Muara Angke, menyampaikan bahwa pemasangan satu unit VMS membutuhkan biaya yang cukup besar, mencapai Rp17 juta. Selain itu, terdapat biaya tambahan untuk pengurusan administrasi sebesar Rp1,1 juta dan pajak sebesar Rp6,6 juta.

Tri Waluyo, Ketua Gerbang Tani Jakarta, menegaskan bahwa aksi ini bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak nelayan yang merasa terbebani oleh kebijakan VMS. Ia menambahkan bahwa jika VMS mengalami kerusakan, nelayan harus menunggu teknisi khusus untuk memperbaikinya, yang dapat menghambat aktivitas melaut mereka.

Lebih lanjut, para nelayan mengeluhkan bahwa setelah VMS terpasang, kapal mereka terus dipantau. Jika kapal terdeteksi berada di 12 mil lepas pantai, mereka dianggap melanggar aturan dan dikenakan sanksi. Padahal, menurut mereka, kapal seringkali hanya beristirahat di pinggir pantai untuk mengantar barang.

Para nelayan berpendapat bahwa VMS tidak mempermudah pekerjaan mereka, melainkan justru menyulitkan. Mereka juga mengkhawatirkan bahwa tanpa VMS, mereka tidak akan mendapatkan Surat Layak Operasi (SLO) yang diperlukan untuk menangkap ikan. Oleh karena itu, mereka meminta Presiden Prabowo untuk menghapus aturan yang dianggap memberatkan ini.

Type above and press Enter to search.