Gerindra: Revisi UU TNI, Sipil Tetap Nomor Satu!
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4888478/original/042336300_1720620380-f69905ab-f12a-4868-aba4-4f0569227767.jpeg)
JAKARTA, KABARLINK.com - Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) menjadi sorotan publik. Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR RI, Budisatrio Djiwandono, menegaskan bahwa revisi ini tetap berpegang pada prinsip supremasi sipil dan semangat reformasi, bukan untuk mengembalikan dwifungsi TNI.
Menurut Budisatrio, revisi ini memperjelas posisi TNI di dalam Kementerian Pertahanan (Kemhan), bukan di bawahnya. Hal ini bertujuan untuk memastikan TNI memiliki otoritas dalam aspek pertahanan tanpa mengubah mekanisme komando. Penempatan personel TNI di berbagai lembaga negara, seperti Kemenko Polkam, BIN, dan BNPB, memiliki dasar hukum yang jelas dan terkait langsung dengan pertahanan dan keamanan nasional.
Revisi UU TNI juga memperluas cakupan Operasi Militer Selain Perang (OMSP), termasuk penanganan ancaman siber dan perlindungan WNI di luar negeri. Namun, operasi yang melibatkan pertempuran, seperti penanganan separatisme, harus diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) dan dilaporkan ke DPR sebelum dilaksanakan. Hal ini untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi.
Salah satu poin penting dalam revisi ini adalah penambahan jumlah kementerian/lembaga (K/L) yang dapat ditempati oleh prajurit aktif TNI, dari 10 menjadi 15. Budisatrio menjelaskan bahwa penempatan ini bukan berarti militerisasi, melainkan penguatan sinergi dalam menghadapi ancaman pertahanan nasional. Lembaga seperti Bakamla, BNPT, dan Kejaksaan Agung membutuhkan personel dengan pengalaman militer untuk menangani berbagai tantangan, mulai dari pengamanan maritim hingga penanggulangan terorisme.
Selain itu, revisi UU TNI juga mengatur peningkatan batas usia pensiun prajurit. Tamtama dan bintara dapat bertugas hingga usia 55 tahun, sementara perwira tinggi memiliki usia pensiun berjenjang dari 60 hingga 62 tahun. Khusus untuk perwira tinggi bintang 4, usia pensiun dapat diperpanjang hingga 65 tahun. Langkah ini diambil untuk menghargai pengabdian prajurit dan memanfaatkan pengalaman mereka yang masih prima.
Budisatrio menyayangkan disinformasi yang beredar terkait revisi UU TNI. Ia menegaskan bahwa tidak ada upaya untuk mengembalikan dwifungsi TNI atau menempatkan prajurit aktif di luar 15 K/L yang telah ditentukan. Fungsi pengawasan tetap dilakukan oleh DPR RI, sesuai dengan kewenangannya. Revisi ini bertujuan untuk menyesuaikan tugas TNI dengan kebutuhan strategis pertahanan nasional dan memastikan negara memiliki kesiapan menghadapi ancaman modern.
Revisi ini bukan langkah mundur dalam reformasi TNI, tetapi merupakan bentuk adaptasi terhadap dinamika pertahanan modern, ujar Budisatrio.